Saturday, September 8, 2012

Sejarah GNU LInux Indonesia

Linux Dasar

18 Oktober 2004 - 04:54 WIBB 
Hikayat GNU/Linux di Indonesia
Rahmat M. Samik-Ibrahim, Ketua vLSM.org, http://rms46.vlsm.org/

Sejarah kelahiran GNU/Linux telah banyak ditulis, tapi tidak tentang sejarah sistem operasi (sisop) itu di Indonesia. Inilah hikayat itu, yang sedikit subyektif karena digali dari ingatan penulis selama di Pusat Ilmu Komputer UI pada 1980-an.

Waktu itu tahun 1980-an, akhir zaman keemasan komputer mini. Setiap komputer mini--yang tak secanggih main-frame, namun setiap sistem masih terdiri dari bongkahan besar--menggunakan sisop tersendiri, yang tak cocok (kompatibel) dengan sisop dari sistem lainnya. Sebuah program yang dikembangkan pada sistem tertentu juga belum tentu dengan mudah dapat dijalankan pada sistem lainnya. Nama besar era tersebut misalnya "DEC-Digital Equipment Corp.", "DG--Data General", "HP--Hewlett Packard", "Honeywell--Bull", dan "Prime".

Kemudian muncul sisop "UNIX[TM]", yang dapat dijalankan pada berbagai jenis komputer, bahkan pada generasi komputer "super mikro", yang berbasis prosesor 32 bit seperti Motorola MC68000. Ya, pada waktu itu Motorola belum terkenal sebagai produser telepon genggam!

Di Universitas Indonesia, sistem berbasis UNIX pertama (1983) adalah "Dual 83/20" dengan sisop UNIX versi 7, memori 1 Mbyte, serta disk 8" dengan kapasitas 20 Mbytes. Penelitian menggunakan komputer yang sekarang nampak amat kuno itu telah menghasilkan puluhan sarjana S-1, yang pada saat itu berkisar dalam jaringan komputer, seperti pengembangan email (PESAN), alih berkas (MIKAS), porting UUCP, X.25, LAN ethernet, dan network printer server.

Komputer "Dual 83/20" kemudian lebih dikenal dengan sebutan "INDOGTW" (Indonesian Gateway), karena pada akhir 1980-an digunakan sebagai dedicated email server ke luar negeri yang beroperasi 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Sementara itu, fungsi riset sistem itu digantikan komputer baru "INDOVAX", yaitu DEC VAX-11/750 dengan sistem unix 4.X BSD dengan memori 2 Mbytes, serta disk 300 Mbytes. Pada waktu itu sangat lazim menamakan satu-satunya VAX pada setiap institusi dengan akhiran "VAX". Sistem ini pun, yang sekarang nampak ketinggalan, menghasilkan puluhan sarjana S-1 UI untuk berbagai penelitian seperti rancangan VLSI, X.400, dan sejenisnya.

Kehadiran prosesor Intel 80286 (lalu 80386) kemudian mendorong pengembangan sisop "XENIX". Harga sistem yang relatif murah menyebabkan kenaikan populasi sistem Unix yang cukup signifikan di Indonesia. Aplikasi yang populer untuk sistem ini ialah sistem basis data Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Untuk mewadahi para pengguna dan penggemar UNIX yang mulai berkembang dibentuk sebuah Kelompok Pengguna Unix (Unix Users Group) yaitu INDONIX, yang dimotori "Didik" Partono Rudiarto (kini pimpinan INIXINDO).

Pada awalnya, setiap sistem operasi Unix dilengkapi kode sumber (source code). Namun, akibat regulasi Amerika, hal itu tak berlaku untuk negara non Amerika (terutama non Eropa). Sebagai alternatif, Prof. Andrew S. Tanenbaum dari VU (Belanda) membuat "MINIX" (Mini Unix). Program Studi Ilmu Komputer UI pernah membeli source code MINIX versi 1.2 (1987) dan versi 1.5 (1999).

Sayang MINIX memiliki dua kelemahan bawaan. Pertama, sisop ini dibuat agar mudah dipelajari, jadi dengan sengaja tidak dibuat canggih dan rumit--MINIX bahkan dapat dijalankan pada PC biasa tanpa Harddisk! Kedua, (pada awalnya) MINIX harus dibeli dengan harga lebih dari US $ 100 per paket, yang tak murah untuk mahasiswa manapun.

Besar kemungkinan, siapa pun pengguna MINIX saat itu (termasuk penulis), pernah mengangankan untuk merancang kernel "idaman" pengganti MINIX yang dapat "dioprek", "dipercanggih", dan "didistribusikan" dengan bebas. Tidak heran, ketika tahun 1991 Linus B. Torvalds mengumumkan kehadiran kernel "idaman" melalui buletin USENET News "comp.os.minix", sambutan amat hangat. Kernel ini kemudian lebih dikenal dengan nama Linux.

Belum jelas siapa yang pertama kali membawa Linux ke Indonesia. Namun, yang pertama kali mengumumkan kepada publik (melalui milis pau-mikro) ialah Paulus Suryono Adisoemarta. Waktu itu, pada 1992, Bung Yono--nama akrabnya--datang dari Texas membawa distro SoftLanding System (SLS) dalam beberapa keping disket. Kernel Linux pada distro tersebut masih revisi 0.9X (alpha testing), dengan kemampuan dukungan jaringan yang sangat terbatas. Karena pada awal 1990-an kisaran harga sebuah kartu ethernet US $ 500 (sekarang hanya berharga US $ 5), dapat dimaklumi jika pengembang LINUX jarang berkesempatan mengembangkan driver ethernet.

Periode 1992-1994 merupakan masa vakum. Baru ketika Kernel Linux 1.0 keluar pada 1994-an, gairah muncul lagi. Salah satu distro yang masuk ke Indonesia tahun itu ialah Slackware (kernel 1.0.8). Distro tersebut cukup lengkap dan stabil, hingga di UI merangsang tumbuhnya komunitas GNU/Linux. PC--umumnya dengan spesifikasi prosesor 386 dan 486, memori antara 4-8 Mbytes, dan hardisk 40-100 Mbyte--pun dibuat "dual boot", yaitu dapat dalam mode DOS atau Linux.

Tahun 1994 merupakan tahun penuh berkah. Tiga penyelenggara Internet sekaligus mulai beroperasi: IPTEKnet, INDOnet, dan RADnet. Pada tahun berikutnya (1995), telah tercatat beberapa institusi mulai mengoperasikan GNU/Linux sebagai production system, seperti BPPT (mimo.bppt.go.id), IndoInternet (kakitiga.indo.net.id), Sustainable Development Network (www.sdn.or.id dan sangam.sdn.or.id), dan Universitas Indonesia (haur.cs.ui.ac.id).

Kehadiran internet di Indonesia merangsang tumbuhnya sebuah industri baru, yang dimotori oleh para enterpreneur muda. Mengingat GNU/Linux merupakan salah satu pendukung dari industri baru tersebut, tidak dapat disangkal bahwa ini merupakan faktor yang cukup menentukan perkembangan GNU/Linux di Indonesia. Selama perioda 1995-1997, GNU/Linux secara perlahan mulai menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, bahkan krisis monetor 1997 pun tak dapat menghentikan penyebarannya.

Sebelum 1997, pertanyaannya mungkin "Apa itu Linux?". Alhamdulillah, sekarang menjadi sebaliknya: "Anda belum kenal Linux?"

Catatan: Nama-nama tersebut diatas, merupakan merek dagang dari masing-masing pemiliknya.

URL Terkait:
============

Catatan: Artikel ini dapat Anda baca juga di Koran Tempo tanggal 12 September 2003

No comments:

Post a Comment